Monday, 26 July 2010

Kronologi

Awal, akhir, dan saat ini
Takkan pernah bisa kau hentikan
Masa lalu adalah masa kini
Masa kini adalah masa depan
Dan, masa depan adalah masa lalu


Mengapa kau harus bingung dan bertanya?
Akan semua hal yang terjadi
Memuji-Nya harus kau lakukan
Agar tenang dalam kesunyian

Aku sangat mencintaimu, Hai Sahabat
Tapi, aku tak mengerti apa yang telah terjadi
Dosa segala ternoda atas tubuh
Sulit tuk terhapus saja

Rasa ini akan selalu ada
Takkan terhapus ruang dan waktu
Walau dimensi jiwa yang tak terbatas
Keyakinan akan selalu ada…





*Ditulis di suatu kelas di semester 2.

_DV07_

Read More......

Tuesday, 6 July 2010

Penglihatan IV : Eneckri

Januari ini segera berakhir
Tapi, aku tak tahu apa kau semua telah melewati bukit itu
Atau bahkan terdampar di tanah yang berbisik selamanya
Aku hanya ingin kalian mendapatkannya
Mendapatkan yang terbaik untuk dunia


Sebuah harmonika simphoni melagu
Melagukan Februari Song aku pun tak
ingin
Kerana aku pun tak tahu
Bahagia atau sedih aku harus

Di kaki bukit gemilang itu aku bertemu
Seorang Eneckri yang seperti jatuh dari surgawi
Membawa wangi bahagia
Diantara utusan ke-Empat Puluh Tiga

Aku akan memberikan harmonika ini kepadanya
Aku harus yakin tak ada yang perlu kutakutkan
Aku akan membantunya melangkah
Sampai April nanti
Selama Mevlevi masih di singgasana besi
Selama Ksatria Kegelapan ada di Rumah
Besar
Selama Bintang Cahaya masih bersinar
Selama Sang Memori masih kupendam
Ketika ku kembali nanti
Di September ketiga
Eneckri yang kupeluk
Adalah takdir dunia...




*Ditulis pada Januari 2008, untuk masa depan....

Read More......

Penglihatan - Sebuah Preambule

Assalamu’alaikum wr. wb.
Dalam kesempatan kali ini, saya akan membagi sebuah perjalanan puisi saya. Mengapa perjalanan? Ya karena puisi ini seperti film superhero yang bersekuel. Puisi ini saya namakan dengan “Penglihatan”. Tentu, ada alasan mengapa seri puisi ini dinamakan "Penglihatan".





Mungkin yang pertama harus saya klarifikasi adalah apa yang saya tulis di puisi penglihatan ini adalah bukan dari penglihatan mata saya semata. Puisi ini juga berasal dari apa yang saya dapat dan rasakan via pendengaran ataupun indera-indera lainnya. Jadi, mungkin salah satu judul álbum Ari Lasso dapat mewakili puisi ini, “Kulihat, Kudengar, Kurasa” (Maaf jika salah).

Pertama kali saya membuat puisi Penglihatan adalah saat saya duduk di bangku SMA kelas XII, sekitar akhir 2007. Saya pun masih membuat sekuelnya hingga saat ini. Entahlah mengapa akhirnya saya menuangkan perasaan hati, pandangan, dan bahkan mungkin pendapat saya dalam bentuk puisi, bukan dengan paragraf argumentasi, narasi, ataupun eksposisi. Mungkin saja darah seniman yang begitu deras mengalir di tubuh saya turut “mengalirkan” tangan saya untuk berekspresi di lembaran kertas. Saya tidak tahu alasan pastinya atau saya memang tidak ingin diketahui alasan pastinya.

Puisi-puisi Penglihatan sebagian besar telah saya publikasikan di ranah publik. Pada awalnya karena saat itu jejaring Friendster masih menjadi makanan ummat, saya pun mempublikasikannya di situs itu via Bulletin. Selanjutnya, puisi Penglihatan saya publikasikan di profil Friendster saya. Puisi Penglihatan yang saya publikasikan via Bulletin antara lain Penglihatan I hingga Penglihatan III. Celakanya, kesalahan fatal yang sangat saya sesali harus terjadi. Dengan dibekali ketidaktahuan saya tentang mekanisme Bulletin yang suatu saat akan hilang ditenggelamkan oleh Bulletin-bulletin lain seiring waktu, saya tidak menyimpan datanya di komputer maupun Flashdisk saya. Alhasil, Penglihatan I, II, dan III kini hanya tinggal kenangan tanpa sisa utuh dari kata-katanya. Sempat ada permintaan dari seseorang agar saya membuat ulang ketiga puisi Penglihatan awal itu, tetapi saya menolaknya. Alasan saya, biarkan puisi-puisi itu tetap otentik dan original walau sangat disayangkan kebodohan saya membuat mereka hilang dalam dunia maya. Saya pun sudah benar-benar lupa dengan isi ketiga puisi pioneer tersebut.

Zaman berganti dari Friendster ke Facebook. Saya pun kembali mempublikasikan Penglihatan, tetapi di Facebook untuk kali ini. Saya mempublikasikannya tidak dari Penglihatan IV, tetapi dari Penglihatan XI: Corazón. Di situs ini, saya merasa lebih banyak mendapat feedback tentang puisi-puisi saya ini karena saya menggunakan aplikasi note yang notabenenya dapat diberikan komentar. Dan, saya pun merasa tempat ini lebih baik daripada tempat sebelumnya (Friendster).

Awal tahun ini (2010), saya teringat dengan perkataan seseorang teman di Friendster saya. Dia memberikan saya saran agar saya membuat blog untuk menampung semua tulisan saya, termasuk sekuel Penglihatan ini. Saya pun membuat blog karena saya pun termotivasi dengan beberapa teman di kampus saya, FKM UI, yang sudah lama menjadi blogger. Sekarang, syukur Alhamdulillah, saya telah memiliki blog. Jujur saja, saya masih kurang produktif dalam hal tulis-menulis, terutama tulisan yang bersifat ilmiah. Namun, tidak apalah karena setidaknya puisi-puisi Penglihatan memiliki tempat baru sebagai rumahnya, yaitu blog saya ini.

Seperti itulah kira-kira perjalanan puisi-puisi yang menurut saya sendiri merupakan karya-karya terbaik saya. Sebuah perjalanan yang cukup panjang dan butuh niat yang tulus dan kemauan yang keras dalam mempertahankan sebuah nilai keaslian seni. Di Penglihatan inilah, sebuah gambaran dunia versi saya tercantumkan. Meskipun banyak sekali yang mengatakan semua puisi Penglihatan sulit dimengerti, rumit, dan aneh, tidak apalah. Semua ini tetap saya syukuri dan saya yakin puisi-puisi Penglihatan merupakan manifestasi kecil dari pribadi saya. Dan, saya pun tiba-tiba teringat dengan ucapan seseorang, “Kau adalah apa yang kau tulis…”

Selamat membaca puisi-puisi saya dan terima kasih banyak.


Read More......