Malam lalu begitu indah
Kita bertemu dalam mimpi
Menyatu dalam jiwa megah
Menyirat senyum kedua pipi
Satu, dua, atau tiga bulan
Selayaknya bermain dalam peran
Aku aktor yang buruk
Terbenam dalam hiruk pikuk
Aku berpikir akan kuat
Bertahan, bersabar tanpa syarat
Ternyata batas memang nyata
Rindu ini menyayat mata
Bukan darah, bukan dosa
Bukan logika, bukan rasa
Bila mampu, kuturunkan air mata
Tertumpah pada tanah merata
Anak-anak itu ada di mana?
Tiada kabar entah bagaimana
Ujian ini sungguh bertabur pilu
Bagi mereka, aku sepintas lalu
Ingin ku mampukan, tapi tak bisa
Air mata itu tak bisa lagi terasa
Hanya perih yang ada
Hanya perih dalam dada
Jadi, aku ini siapa?
Kepedulianku, sia-sia?
Harapanku, kosong belaka?
Kalian acuh, adalah fakta?
Wahai anak yang hilang
Apa yang terjadi?
Ada yang menyakitimu?
Ada salah dariku?
Kau sempat terbaring lemah
Kau sempat tergusur kalah
Adakah kau memberitahuku?
Adakah kau teringat sepintas diriku?
Lantas apa yang salah?
Orang lain?
Dirimu?
Atau semesta ini?
Katakan, aku harus menjadi apa
Katakan, aku harus bagaimana
Katakan agar aku bisa kembali melihatmu
Meski aku harus mencuri mata dari Horus
Kita ini bodoh
Kita ini lemah
Kita ini tak berdaya
Kita ini ibarat sampah
Aku bersumpah, aku menantimu
Aku bersumpah, aku lama menantimu
Aku percaya kau akan menculikku
Bawaku pergi ke pantai itu
Mohon izinkan untuk bertemu kembali
Mohon kembali dari gelap misteri
Dunia membutuhkanmu
Dunia membutuhkan kita
Kita istimewa yang lahir dalam raga biasa
Kita tak terbatas yang ada dalam keterbatasan
Sisa waktu 11 tahun lagi
Kita harus bertahan
Sampai hari itu tiba, aku terus berjanji
Aku akan selalu bersama kalian
Hari yang menjadi takdir kita sejak awal
Awal dari jilid akhir semesta
Wahai anak yang hilang
Kembalikan senyum malaikat itu
Wahai anak yang hilang
Tetaplah bersama diriku….
*Ditulis di Selatan Bumi, 20 Mei 2016, untuk masa depan….
Friday, 20 May 2016
Penglihatan XXIV: Homo angelicus
Subscribe to:
Posts (Atom)